Renungan
#Copas Fb
Waktu pindah kerja, gaji naik. LIngkungan kerja berubah. Isenglah saya meng-upgrade merek kosmetik. Eh, setelah pakai bedak yang
agak mentereng, entah kenapa kepikiran gini, "Ish, sayang nih, muka
udah agak bagusan, masa sepatu masih gocap!" Hahahhahaha. Apa coba
hubungannya?
Terasa enteng saja mau beli sepatu yang agak bagusan. Merasa berhak. Helooooo ... gaji sudah naik toh ya?
Punya sepatu agak bagus, pikiran makin korslet, tas gimana tas? Masa
mau terus-terusan pakai yang gocapan? Hihihihi. Beli deh tas yang agak
bagusan
Dari tas, makin gelisah, "Tas oke, sepatu maknyus, baju gimana baju? Celana gimana celana?"
Pergilah ke toko-toko baju yang agak bagusan. Biasanya kan berkeliaran
di ITC ajah hihihihi. Nah, pas beli baju ini kepikiran lagi, "Hm, dalam
seminggu harus 5x ganti baju + celana. Enggak lucu dong, hari senin
pakai baju mahal, selasa balik ke yang gocapan. Berarti harus agak
banyak nih belinya."
Huaaaaa, lagak lagunya yang sudah punya gaji lebih. Bolak balik masuk ruang ganti nenteng-nenteng baju dan celana. Sesuatu yang tidak lazim dilakukan dulu.
Waktu itu saya ingat, kartu ATM saya bermasalah. Kartu kredit
ketinggalan di rumah. Uang cash seadanya saja. Bisa sih, keluar sebentar
narik tunai di mesin ATM, tapi udah capek gonta ganti baju dan bergaya
bak model depan kaca ruang ganti hahhhahahahaha. OKB sekaleeeeee.
Untuk ke toko baju dengan leluasa memang hanya memungkinkan dilakukan
di hari libur saat weekend. Malas ngajak pacar. Dia bawel hahahaha. Ya
sudah, ayo kita tunggu minggu depan.
Sembari menunggu itu makin
macam-macam ya pikiran. Dari baju sekarang mau coba upgrade
celana/bawahan. Terus diceritain soal krim muka macam-macam sama teman.
Ada yang bisa bikin muka jadi kinclong kayak artis gitu lah. Gagal jadi
artis beneran, jadi "mirip artis" pun tak mengapa lah ya hahahahaha.
Nah, terus jadi mikir lagi, apa nanti bakal naik metromini atau KRL
ekonomi terus? Sepatu bagus, tas bagus, baju juga sebentar lagi bakal
mau dibeli, dan lain-lain apa masih pantas naik metromini? Gengsi dong!
Terus nanti kalau sudah naik taksi, tempat kos harus pindah dong. Dan
apa mungkin dengan penampilan yang nanti dikhayalkan mentereng begitu
masih mau makan siang di tempat ecek-ecek? Makin panjang saja ceritanya
Lama-lama saya menertawakan diri saya sendiri. Hahahahahaha. Sampai kapan mau begitu terus?
Subhanallah, lemahnya kita sebagai manusia ya
For your info, weekend berikutnya tidak satu pun saya beli baju-baju
yang sudah habis-habisan saya jajal di kamar ganti toko seminggu
sebelumnya . Belum apa-apa sudah capek dulu mikirinnya hihihihi.
Sudah terbebani duluan. Kalau baju-baju bagus apa bisa dimasukin
laundry kiloan murah meriah standar mahasiswa di sekitaran kos saya?
Jangan-jangan saya juga harus mempertimbangkan gimana biaya perawatan
bla bla bla nya.
Karena untuk urusan tas saja, kakak saya berceramah panjang lebar kalau
tas biar awet itu harus begini begitu. Repot amat! Ah, enakan pas tas
murmer. Habis pakai bisa langsung lempar sana sini tanpa harus khawatir
bakal rusak apa gimana-gimana hihihi. Rusak pun tak perih hati ini
mengenang harganya.
Dan memang terasa, sekali melangkah, cukup susah untuk direm. Karena
tidak ada habisnya. Tas yang dulu dirasa keren seantero jagad raya,
hanya dalam tempo sebulan sudah terlihat membosankan. Pengin punya lagi
dan lagi. Sepatu juga begitu. Baju apalagi karena mode kan berkembang
pesat ya.
Saya merasa pantas, merasa berhak. Untung cepat-cepat disentil sama Tuhan hehehehe. Jangan belagu, Neng. Baru gaji segitu.
Setelah menikah kalau tak pandai menguasai diri mungkin akan terjebak
dalam pusaran yang sama. Contoh : habis beli rumah. Saatnya ngisi rumah.
Awalnya mungkin sederhana saja. Punya duit lebih, mulai gonta-ganti.
Ganti televisi dulu. Ganti yang gede. Terus terpikir, televisi gede kok
sofanya gini doang. Ganti sofa. Eh, sekalian sama meja satu set ah, masa
sofa udah keren, mejanya kucel.
Habis itu, merasa perlu punya
rak. Abis itu masa sofa set sudah keren ada rak pula, lantainya enggak
pakai karpet? Beli karpet baru. Karpet keren, masa lampunya
cimik-cimik? Beli lampu kristal! grin emotikon.
Hingga akhirnya terasa ... kok rumahnya jadi kecil ya? Yaiyalah,
beli-beli barang melulu hihihihi. Suami sudah punya duit lebih. Ya beli
rumah baru dong. And here we go again. RUmah baru lebih besar. Semua
barang-barang tadi terasa tidak cukup. Ganti lagi. Televisi yang lebih
besar lagi,, sofa yang lebih mewah lagi, lampu kristal yang susunannya
lebih panjang lagi, endebre, endebre, endebre...
Mau sampai kapan?
Kapan tenangnya hidup? Ada uang lebih, upgrade gaya hidup. Uang lebih
banyak lagi, upgrade gaya hidup. Dari isi rumah merembet ke tempat
liburan, tempat makan, merek mobil, endebre, endebre, endebre.
Why not? Uangnya ada. We deserve better!
Really???
Ternyata rumusnya bukan begitu. Jangan sampai kita menyandarkan makna
hidup pada dinding yang salah. Karena sebaik-baik manusia adalah mereka
yang bermanfaat bagi banyak orang. Bukan merek baju atau tasnya, ya,
Kakaaaa hehehe
Karena kalau keinginan terus yang kita ikuti, tidak akan ada habisnya.
On and on and on ... Harta itu memang cobaan ya ternyata.
Mengapa harus begitu? Uang sedikit, uang banyak, tak ada yang harus diuba.
Suami gaji rupiah, gaji dolar, gaji riyal, gaji euro, merek bedak tidak
harus ngikut kurs kan? Hihihihi. Merek parfum tidak harus otomatis
berganti begitu angka di tabungan suami melonjak naik
Bagus kalau takdir membawa kita ke posisi yang lebih baik. Tapi kalau
sebaliknya. Nasib malah menjatuhkan kita ke bawah? Susah kan? Sudah
biasa pakai yang mahal-mahal, makan mewah-mewah, liburan keren-keren,
apa sanggup downgrade ke bawah? Belum menahan gengsi dan malu
Mendingan kita biasa-biasa saja terus. Harta berlimpah, harta pas-pasan, tak perlu jor-joran.
Tetap stabil. Sehingga hidup kita tak pernah dikendalikan oleh
kemewahan. Tak sebegitu terluka saat tadinya bergelimang harta harus
tiba-tiba terhempas jatuh . Jangan gengsi naik angkot walau suami sanggup beli pesawat! Ha? Suaminya kerja di mana Mbak? Hahahahahahahahaha.
Banyak barang itu banyak pikiran. Iya gak sih? Pusing saban mau keluar
rumah. Mau pakai baju yang mana, jilbab yang mana, tas yang mana. Coba
punya mantel cuma satu biji. Setiap mau keluar rumah, tidak rusuh
pikiran! Wong cuma punya satu! Hahhahaahha. Satu lagi lah buat emergency
in case yang satunya kotor padahal winternya bisa berbulan-bulan.
Sepatu punya 10 pasang! Saya jamin pusingnya 5 x lebih berat daripada yang cuma punya 2 pasang!
Kalau pesan Warren Buffet, "Manusia yang membuat barang. Bukan barang yang membuat manusia."
Jangan sampai kita berusaha mengidentifikasi diri kita, menunjukkan
diri pada dunia berdasarkan barang yang menempel di badan. Terbalik
ittuuhhhh!
Again .. jangan menyandarkan hidup pada dinding yang salah
Ini nasihat buat saya juga hihihihi. Maklumlah, perempuan gitu lho Pegangan mesti kenceng di musim diskon begini hahahahhhha.
Letakkanlah dunia di tanganmu, bukan di hatimu. Jangan sampai tertukar. Di tanganmu, bukan di hatimu
The best feeling in the world is realizing that you’re perfectly happy without the thing you thought you needed
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "This Best Feeling in The World"
Post a Comment